Beranda | Artikel
Bagaimana Tata Cara Aqiqah Kelahiran Anak
Minggu, 25 Juli 2004

BAGAIMANA TATA CARA AQIQAH KELAHIRAN ANAK

Pertanyaan
As-salamu’alaikum warahmatullah wabarakatuhu
Saya termasuk di antara pelanggan As-Sunnah. Melalui surat ini ada  hal yang ingin saya tanyakan kepada As-Sunnah, yaitu:

Bagaimana tata-cara aqiqah kelahiran anak? Dan aqiqah itu dalilnya dari mana?

Demikian pertanyaan saya, atas jawaban As-Sunnah saya sampaikan terima kasih. Hadanallah waiyakum ajma’in.
Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuhu

Jawaban
Tentang dalil aqiqah kelahiran anak sebenarnya sangat masyhur di kalangan para ulama, anda dapat menjumpainya hampir di dalam kitab-kitab hadits dan fiqih. Di bawah ini kami paparkan secara ringkas dalil dan tata-caranya:

  1. Jumhur (mayoritas) ulama Ahlus Sunnah berpendapat aqiqah hukumnya mustahab (disukai). Hal itu dengan cara: disembelihkan kambing pada hari tujuh, dicukur rambutnya, dan diberi nama. Dengan dalil sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

كُلُّ غُلَامٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى

Setiap bayi tergadai dengan aqiqahnya, disembelihkan (kambing) untuknya pada hari tujuh, dicukur, dan diberi nama.”[1]

  1. Untuk bayi laki-laki disembelihkan dua ekor kambing, sedangkan bayi perempuan satu kambing, boleh kambing jantan atau betina. Dengan dalil sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

عَنِ الْغُلَامِ شَاتَانِ وَعَنِ الْجَارِيَةِ شَاةٌ لَا يَضُرُّكُمْ أَذُكْرَانًا كُنَّ أَمْ إِنَاثًا

Untuk bayi laki-laki disembelihkan dua ekor kambing, sedangkan bayi perempuan satu kambing, tidak mengapa kambing jantan atau betina[2]

  1. Jika orang tua tidak melakukan aqiqah untuk anaknya, apakah anak tersebut mengaqiqahi dirinya sendiri ketika dewasa? Dalam masalah ini terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama, tetapi yang rajih (lebih kuat) tidak melakukannya, karena tidak ada satupun hadits shahih tentang hal itu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengaqiqahi dirinya sendiri setelah menjadi Nabi, tetapi hadits ini mungkar, sebagaimana dikatakan oleh imam Ahmad. Wallahu a’lam.[3]
Tambahan:
Kebiasaan sebagian orang Jawa merayakan kelahiran anak itu pada hari ke 5, yang disebut dengan istilah “sepasaran bayi”, tentaulah hal ini menyelisihi ajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana diatas.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun VI/1422H/2002M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] HSR. Abu Dawud no:2838; Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan lain-lain dari Samurah bin Jundub. Dishahihkan oleh Al-Hakim, disetujui oleh Adz-Dzahabi, dan oleh Syeikh Abu Ishaq Al-Huwaini. Lihat Al-Insyirah Fii Adabin Nikah, hal:970
[2] HSR. Abu Dawud no:2835; Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan lain-lain dari Ummu Kurz. Dishahihkan oleh Syeikh Abu Ishaq Al-Huwaini. Lihat Al-Insyirah Fii Adabin Nikah, hal:97
[3] Lihat Al-Insyirah Fii Adabin Nikah, hal:99, oleh Syeikh Abu Ishaq Al-Huwaini


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/937-bagaimana-tata-cara-aqiqah-kelahiran-anak.html